Senin, 10 Agustus 2009

AKHLAK MULIA

AKHLAK MULIA
Oleh: Joko Suharto






Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh,…

Wassholatu wassalamu ala assrofil ambiya walmursalin Syaidina Muhammadin Nabiyil umiyi wa ala alihi wasshobihi ajmain. Wa lahaula wa laa quwwata illa billaahi,
Amma ba’du,

Bapak, ibu, dan saudaraku, para hadirin sekalian, kali ini perkenankan saya mengajak untuk membicarakan hal tentang membangun Akhlak mulia.

Bila berbicara tentang akhlak berarti kita berbicara tentang sifat dan kepribadian, tentang budi pekerti, tentang sikap hidup, cara pandang dan cara pikir manusia. Terdapat peringatan dari Allah SWT yang berkaitan dengan akhlak yang harus kita wujudkan pada diri kita antara digambarkan dalam ayat berikut,


“Sembahlah Allah dan jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun. Dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak yatim dan orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, orang dalam perjalanan, dan hamba sahayamu. Sesungguh nya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan besar omong”. (QS. An Nisaa’: 36)
Bila kita perhatikan keadaan akhlak manusia secara umum, ternyata masih banyak manusia yang akhlaknya masih kurang baik, hal tersebut dapat kita lihat dari keseharian kehidupan manusia di masyarakat, dengan masih banyaknya kejahatan, pelanggaran aturan, ataupun munculnya sifat-sifat egois dari sebagian warga masyarakat. Dengan adanya keburukan akhlak manusia tersebut tentunya akan dapat merusak keharmonisan, merusak ketentraman, dan menghambat upaya peningkatan kesejahteraan kehidupan manusia. Tentang bagaimana kita dapat mengetahui baik atau buruknya akhlak seseorang antara lain dapat kita lihat dari sikap hidupnya, dari tutur katanya ataupun dari sifat-sifat kepribadian yang ia tunjukkan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan tolok ukur yang dipakai untuk menentukan nilai kebaikan akhlak adalah berdasarkan nilai-nilai yang diajarkan dalam agama dengan contoh-contoh akhlak yang diperlihatkan oleh para Nabi dan para Rosul.

Allah Maha Rahman dan Rahim, dan Allah menurunkan Agama samawi bagi manusia, agama yang akan memberikan kedamaian bagi mereka yang beriman dan patuh kepada segala ajarannya. Cahaya kebenaran yang diturunkan Allah dalam bentuk kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rosul yang berisikan nasehat-nasehat, ajaran-ajaran, dan hukum kehidupan, adalah merupakan petunjuk jalan yang lurus dan benar. Dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rosul akan banyak kita temui petunjuk tentang bagaimana seharusnya kita bersikap dalam menjalani kehidupan ini, bila semakin sesuai sikap kita dengan ajaran-Nya berarti semakin baik nilai akhlak kita. Ingatlah bahwa kita beragama bukan sekedar melaksanakan ritual-ritual ibadah saja tetapi yang penting adalah kita harus memahami benar makna dan tujuannya kita beragama, sehingga kita tidak lalai dan dapat selamat dalam menempuh hidup baik di dunia maupun di Akhirat kelak.

Salah satu ajaran yang harus dipatuhi adalah; kita harus menyembah hanya kepada Allah tak ada sekutu bagi-Nya, segala amal yang kita lakukan tak ada tujuan lain hanya karena Allah, dan kita harus berbuat baik selalu kepada kedua orang tua, kepada kerabat handai taulan, kepada anak yatim dan fakir miskin, kepada para tetangga dan hamba sahaya, serta kepada teman-teman dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Pendek kata, kita harus berakhlak baik, yang selalu berbuat kebaikan, beribadah kepada Allah Swt selaku khalifah Allah di muka bumi.

Bapak, ibu, dan saudara-saudaraku, dalam kenyataannya tidak terlalu mudah untuk menjadi orang yang berakhlak mulia karena dalam diri setiap manusia terdapat dorongan naluriah, serta adanya bisikan-bisikan syaitan yang menggoda, yang akan memunculkan sifat egois, emosional, ataupun keinginan kuat terhadap kesenangan-kesenangan duniawi yang menggiurkan. Bila seseorang telah ”lupa diri” terbawa oleh nafsu syaitannya maka orang tersebut akan memperlihatkan sifat-sifat yang buruk, dan ternyata hal seperti itu telah menjangkiti banyak orang, atau mungkin juga terdapat pada diri kita sendiri. Sungguh sangat merugi, karena kepada orang-orang yang bersifat buruk telah diancam oleh Allah akan mendapat siksa yang pedih.

Bapak, ibu, dan Saudaraku, kita semua telah memperoleh peringatan, petunjuk dan tuntunan hidup melalui ajaran agama yang disampaikan oleh para Rosul Allah dimana telah diperingatkan bahwa kita harus mengabdi kepada Allah SWT, serta menjadi Khalifah di muka bumi, yaitu menjadi manusia yang menciptakan kedamaian dan kesejahteraan.

”Dan Kami tidak mengutusmu kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam semesta”.(QS.Al Anbiyaa’: 107).

Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad Saw serta menurunkan Agama Islam sebagai Rahmat bagi seluruh alam semesta. Kita mengerti bahwa yang dikatakan ”Rahmat” itu merupakan segala sesuatu yang bersifat kebaikan, kedamaian dan kebahagiaan. Sedangkan sifat kebaikan bersumber dari akhlak, jadi tanpa akhlak yang mulia mana mungkin akan diperoleh rahmat?.

Dengan adanya akhlak yang mulia itulah maka kita akan dapat meraih keselamatan dan kebahagian yang hakiki. Sehubungan dengan itu Rosulullah Saw pernah bersabda, ”Sesungguhnya aku diutus untuk meyempurnakan kemuliaan akhlak”. (HR.Malik).

Dan, terdapat pula sabda beliau, ”Orang yang terbaik dari kalian adalah yang paling baik akhlaknya”.(HR.Al Bukhari).

Jadi agar kita dapat memperoleh keselamatan dan kebahagian hidup, baik di dunia maupun di akhirat, maka kita dituntut untuk memiliki akhlak yang baik. Dengan dasar kemuliaan akhlak tersebut maka akan dihasilkan perilaku-perilaku ibadah dan atau amal-amal shalih yang bernilai mulia pula.

Allah maha pemberi Rahmat, dan Rahmat Tuhan yang terbesar bagi Nabi Muhammad Saw adalah berupa akhlak yang mulia dengan sifat lemah lembut dan keramah-tamahannya.

”Oleh karena rahmat dari Allah-lah maka engkau berlaku lunak-lembut terhadap mereka. ... ”.(QS.Ali Imran: 159).

Dengan keteladanan akhlak mulia, Rosulullah mendidik kita untuk menjadi manusia yang manusiawi, yaitu manusia yang Muslim, Mu’min, dan Mukhsin.

Bapak, ibu, dan saudara-saudaraku, bagaimanakah caranya agar kita dapat menjadi seorang ”Mukhsin”, atau pribadi yang berakhlak mulia?

Saudaraku, tentu anda telah menyadari bahwa semua rukun ibadah dalam Islam pada hakekatnya adalah untuk membangun akhlak mulia, baik ibadah sholat, puasa, zakat-shadaqah, maupun haji. Jadi, seseorang akan dapat memiliki akhlak mulia bila dia melaksanakan ibadah-ibadah tersebut sebagaimana yang diajarkan dalam agama, dan, tentu saja akhlak mulia itu akan dapat terbangun bila kita melaksanakannya secara sempurna.

Di dalam sholat kita menyatakan kebesaran dan keagungan Allah, kita baca ayat-ayat Al-Qur’an sebagai pengingat diri, dan kita mengikrarkan bahwa hanya kepada Allah kita mengabdi dan memohon pertolongan, kita berdo’a memohon petunjuk jalan yang lurus dan benar, jalan yang Allah ridhoi, bukan jalannya orang-orang yang dimurkai atau jalannya orang-orang yang sesat. Kita tunduk, kita sujud, serta meninggikan dan menyucikan Asma Allah, menyadari atas ”kefakiran” diri kita selaku hamba, kita memohon ampun, memohon rahmat, derajat, rezeki maupun keselamatan, dan kitapun menyampaikan salam serta do’a bagi Nabi Muhammad dan juga bagi makhluk sekeliling kita. Yang berarti kita telah berikrar untuk menjadi hamba Allah yang akan menyebarkan kebaikan dalam hidup bermasyarakat, menjadi manusia yang ber”akhlak”, yang tawadhu, yang tunduk dan taat. Jadi, bila ibadah sholat tersebut dapat kita lakukan secara benar, tertib, tidak lalai, yaitu dengan tuma’nina, ikhlas, khusuk, sejalan antara ucapan, gerak badan dan kata hati, apalagi sering dilakukan dengan berjamaah, maka yakinlah bahwa akan kita peroleh perubahan-perubahan positif pada pribadi kita. InsyaAllah.

”... Dan dirikan sholat, sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar... ”.(QS.Al-’Ankabuut: 45).

Dengan sholat, kita akan memperoleh peningkatan keimanan dan akhlak, dan dengan sholat, maka kita akan terhindar dari perbuatan-perbuatan tercela seperti sikap keji dan munkar. Tetapi bagaimana halnya bila seseorang yang sehari-harinya telah rajin melakukan sholat ternyata sikapnya masih menunjukkan sifat-sifat tercela?, maka perlu dipertanyakan sejauh mana kesempurnaan pelaksanaan sholatnya!. Mungkin pernah anda temui seseorang yang baru saja selesai sholat di mesjid ternyata ia masih seenaknya saja melanggar aturan di jalan tanpa malu, atau sudah melaksanakan ibadah Haji tetapi masih melakukan perbuatan-perbuatan keji kepada orang lain!, lalu bagaimana hasil dari sholatnya?, dan bagaimana dengan hajinya?, niat apa sebenarnya yang mendasari pelaksanaan ibadah-ibadahnya itu?. Sekarang bagaimana dengan keadaan kita sendiri?, jangan sampai kita menjadi manusia yang merugi yang telah lalai dalam sholat, sebagaimana yang telah diperingatkan dalam Al-Qur’an dalam ayat berikut ini.



”Celakalah! Mereka yang mengerjakan sholat, yang lalai dalam mengerjakan sholatnya, dan mereka yang riya’ dan enggan menolong dengan barang berguna”.(QS.Al Maa’uun: 4-7).

Bagaimana dengan ibadah puasa?. Di dalam ibadah puasa-pun terkandung nilai-nilai pembentukan akhlak mulia, sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an,
yang artinya ”Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana yang diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa”.(QS.Al Baqarah: 183).

Tentang taqwa, maknanya sangat luas, di dalamnya terkandung penghambaan, ketaatan, kesungguhan, keikhlasan, kedisiplinan, kejujuran, kesabaran, dan kebaikan-kebaikan lainnya. Diajarkan bahwa dalam melaksanakan ibadah puasa kita dilarang melakukan perbuatan-perbuatan tercela seperti berkata yang tidak senonoh, memaki, atau berbohong, apalagi sampai berbuat keji kepada orang lain.

”Puasa adalah perisai diri, maka seseorang yang sedang berpuasa janganlah menggauli istrinya, berkata kotor, dan berbuat jahil, jika dia diajak bertengkar atau dicaci hendaklah dia katakan, ’saya sedang berpuasa’”.(HR.Al Bukhari).

Namun, apa iya, seseorang yang seharusnya sabar saat ia berpuasa dibolehkan untuk emosional di saat ia sedang tidak berpuasa?. Sungguh jelas bahwa di dalam ibadah puasa terkandung proses pendidikan untuk memperbaiki akhlak. Dengan berpuasa kita dilatih mengendalikan nafsu hasrat, dilatih sabar, dilatih jujur, dilatih untuk pandai bersyukur, serta dilatih untuk menjadi manusia yang tidak gila duniawi; atau, sebagaimana arti ayat di atas agar menjadi manusia yang bertaqwa. Memang sangat tinggi nilai ibadah puasa ini, karena puasa yang dilakukan oleh seorang hamba yang beriman adalah semata untuk Allah dan Allah-lah yang akan membalasnya.

”Semua amal ibadah anak Adam adalah untuk dirinya sendiri kecuali puasa, karena puasa adalah utuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya”.(HR.Al Bukhari).

Mari saudaraku kita laksanakan ibadah puasa dengan sesempurna mungkin, jangan sampai puasa kita hanya memperoleh lapar dan haus saja.

Bagaimana dengan Zakat dan bershadaqah?. Melaksanakan ibadah berzakat maupun bershadaqah merupakan penerapan dari sikap kepedulian, kebersamaan, maupun kasih-sayang. Melalui Ibadah Zakat dan shadaqah kita dibentuk untuk menjadi manusia yang memiliki kebersihan jiwa, yaitu manusia yang bersih dan lembut hatinya, yang penyantun, dan yang memiliki rasa kasih sayang serta keikhlasan.
”Pungutlah shadaqah dari sebagian harta-harta mereka, yang akan membersihkan dan menyucikan jiwanya dari noda-noda kikir, serakah, serta sifat kejam terhadap fakir miskin, dan berdo’a-lah untuknya. Bahwasanya do’a-mu itu menumbuhkan ketenteraman hatinya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.(QS.At Taubah: 103).

Ibadah shadaqah tentunya tidak hanya sebatas memberikan harta benda tetapi juga bisa berbentuk bantuan moral atau tenaga, dan memberi seyum pun bernilai shadaqah. Sungguh jelas bahwa pelaksanaan ibadah zakat dan shadaqah merupakan proses pembentukan akhlak mulia. Jadi bila seseorang telah memiliki dorongan kuat dalam batinnya untuk selalu berusaha membantu kesulitan orang lain, dan niatnya itu ia laksanakan dengan tulus ikhlas karena Allah, berarti dalam diri orang tersebut telah tumbuh akhlak yang luhur.

”Sesungguhnya mereka yang beriman dan yang melakukan amal-amal kebajikan, Allah Ar Rahmaan akan menanamkan rasa kasih sayang dalam hati mereka”.(QS.Maryam: 96).

Saudaraku, kini kita sampai pada pembicaraan tentang hubungan antara Ibadah haji dengan pembentukan akhlak. Pelaksanaan ibadah haji relatif cukup berat, selain diperlukan kesiapan fisik juga sangat perlu adanya kesiapan mental. Dalam pelaksanaannya diperlukan pengorbanan, kesabaran dan keikhlasan. Selain itu, sebelum berangkat si calon haji berkewajiban untuk peduli terhadap tetangganya jangan sampai ada yang masih kelaparan. Jadi dalam ibadah haji dari mulai tahap persiapan sudah nampak adanya proses pendidikan akhlak, apalagi pada saat proses haji berlangsung. Dalam ibadah haji ini terdapat pendidikan akhlak yang komprehensif dari mulai membangun kedisiplinan, ketaatan, dan kerendahan hati, sampai pada sikap ketekunan dan kegigihan dalam perjuangan. Di semua Rukun haji terkandung makna pembentukan akhlak, dari mulai tawaf, sa’i, jumroh, maupun wukuf. Sungguh besar dorongan motivasi perbaikan akhlak dalam pelaksanaan ibadah ini, keinginan untuk menjadi seorang hamba yang baik sudah tumbuh sejak terbetiknya niat beribadah haji. Di sana kita akan berlaku sangat hati-hati, menjauhi sikap-sikap tercela, menahan diri untuk tidak berkata kotor, tidak jahil, atau berpikir yang negatif. Dan, proses pendidikan akhlak ini akan berlangsung cukup lama yaitu selama para jamaah berada di Tanah suci.

Jadi, dari pembahasan ini dapat kita simpulkan bahwa segala rukun ibadah dalam Islam memang terkandung unsur pendidikan akhlak bagi manusia. Bila ibadah-ibadah itu dapat dilaksanakan secara sempurna maka akan sempurna pula hasil pendidikan akhlaknya; Bila tidak!, berarti terdapat kesalahan dalam pelaksanaannya.

Saudaraku, bagaimana dengan keadaan akhlak kita saat ini?, dan bagaimana pula kesempurnaan pelaksanaan ibadah-ibadah kita selama ini?; Apakah sudah baik ataukah masih belum?. Lalu bagaimana hasil dari kita beragama, apakah telah membuat kita menjadi orang yang berakhlak mulia?. Bila belum, maka seharusnya kita segera berupaya untuk memperbaikinya, karena kita tidak tahu umur kita , jangan sampai terlambat, kuatir belum sempat kita berbuat ternyata telah dijemput ajal?!. Mari kita sempurnakan akhlak kita melalui niat yang kuat menuju akhlak mulia, berusaha memahami agama, dengan meningkatkan kesempurnaan pelaksanaan ibadah kita, serta tidak lupa selalu berdo’a memohon keridhoan dan karunia hidayah dari Allah Swt. Semoga kita menjadi hamba-Nya yang beruntung, memiliki akhlak yang mulia; Amiin.

”Sesungguhnya pada diri Rosulullah itu terdapat suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap Rahmat Allah dan takut akan siksa-Nya pada hari akhirat, lagi pula dia banyak mengingat Allah” (QS.Al Ahzab: 21).


Subbhanakallaahumma wa bihamdika asyhadu an-laa ilaaha anta astaghfiruka wa atuubu ilaika.

Wallahu A’lam bial-shawab.

Wassalmu alaikum warrahmatullahi wa barakatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar