Minggu, 09 Agustus 2009

JALAN MENUJU NIKMAT

Jalan Menuju Nikmat

Oleh: Joko Suharto




Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh,
Wassholatu wassalamu ala assrofil ambiya walmursalin Syaidina Muhammadin Nabiyil umiyi wa ala alihi wasshobihi ajmain. Wa lahaula wa laa quwwata illa billaahi,
Amma ba’du,

Allah SWT telah memberi petunjuk dan menuntun kepada kita seperti tuntunan yang terdapat di dalam Al-Qur’an sebagaiberikut,
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS. Al-Fathihah: 6-7)

Saudaraku, demikian salah satu ayat yang kita baca secara berulang-ulang di dalam ibadah shalat agar kita memperoleh tuntunan menuju jalan yang lurus, yaitu jalan kebenaran yang memberikan keselamatan bagi kita.

Maka kali ini marilah saudaraku kita bicarakan hal yang berkait dengan ayat tadi, yaitu tentang jalan yang lurus dan jalan menuju kenikmatan.

Jalan yang lurus adalah jalannya orang-orang yang telah memperoleh nikmat, seperti kehidupan para Nabi, para Wali, dan para hamba Allah yang sholeh, yang benar-benar beriman dan bertakwa; Yaitu jalannya orang-orang yang hidup dalam keridhoan Tuhannya, orang-orang yang menjalani hidupnya dengan penuh pengabdian dan keikhlasan, yang memiliki kepuasan batin, atau yang memperoleh ketenangan jiwa. Dalam kata lain, jalan yang lurus adalah suatu jalan kehidupan orang-orang yang selamat, yang di dalamnya terkandung sikap hidup yang benar-benar mengabdi atau beribadah kepada Allah, yang benar-benar patuh dan tidak terdapat sikap pembangkangan terhadap perintah Allah, serta yang tidak terdapat sikap angkuh dan sombong.

Jalan yang lurus bukanlah jalannya orang-orang yang dimurkai oleh Allah, dan juga bukan jalannya orang-orang yang sesat. Orang yang dimurkai oleh Allah antara lain adalah orang-orang yang suka membangkang, orang yang sombong, yang suka membanggakan diri sebagaimana sikap Iblis, orang-orang yang serakah dan yang kikir, orang-orang yang jahat, yang suka mendzalimi orang lain serta yang tak mau menyantuni anak yatim, dan juga orang-orang yang curang, yang suka mengurangi timbangan. Contoh golongan orang-orang yang dimurkai oleh Allah antara lain adalah Sang raja Fir’aun dengan segala kezalimannya, kaum Bani Israil dengan keangkuhannya, orang-orang munafik dengan segala tipuannya, serta orang-orang fasik yang buta hatinya, dan orang-orang yang segolongan dengan mereka lainnya. Sedangkan contoh jalannya orang-orang yang sesat adalah kesesatan dari umat golongan lain di luar Islam, serta kesesatan dari orang-orang yang telah musyrik ataupun yang berlaku syirik, dan juga kesesatan dari golongan kaum sesat lainnya.

Jadi bilamana ada orang yang masih suka men-dzalimi orang lain atau masih bertuhankan kepada nafsu hasrat, atau barangkali masih suka membanggakan diri, ataupun masih suka riya’, maka orang tersebut termasuk dalam golongan orang yang dimurkai oleh Allah, dan atau tergolong orang yang sesat dalam bertuhan. Dan bukti kesesatan manusia antara lain adanya suatu kaum yang menggunakan akal pikirannya untuk menyakini bahwa ”Tuhan Allah” di surga mengutus ”anaknya” turun ke bumi guna melakukan penebusan dosa-dosa manusia!?.

Mungkin saja terjadi ada di antara kita yang berpikir atau membayangkan bahwa Dzat Allah bagaikan dzat material sebagaimana dzat mahluk-mahluk ciptaan-Nya!?, atau mungkin membayangkan seolah-olah Allah Swt. berada jauh di atas sana dengan bentuk entah dibayangkan seperti apa!?. Dengan adanya pikiran seperti itu bukankah sama saja halnya dengan cara berpikirnya kaum yang sesat tersebut di atas?. Berarti memang masih banyak orang yang belum berjalan secara tetap atau istiqamah di jalan yang lurus.
”Dan katakanlah; Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak (pula) mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia tidak memerlukan penolong dari penghinaan, dan agungkanlah Dia seagung-agungnya”.(QS. Al-Isra’: 111).

Saudaraku, mungkin saja ada orang yang menyatakan bahwa Allah-lah tuhannya, namun dalam kenyataannya mereka masih bersandar dan memuja manusia lain, bersandar dan memuja para pejabat, ataupun memuja benda-benda tertentu yang diyakini memiliki kekuatan ”gaib” yang diharapkan dapat memberi pertolongan kepada mereka untuk mencapai keinginan hasrat duniawinya. Banyak alasan yang mungkin akan mereka pakai untuk melakukan pembenaran terhadap kelakuannya itu, antara lain dengan menggunakan alasan bahwa ”cara memintanya kan tetap menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an”?; atau dengan alasan bahwa tindakannya itu ”hanya sebagai ’syari’at’ saja?”, atau dengan berbagai alasan lainnya. Bahkan mereka-pun akan dapat mendemonstrasikan atau membuktikan secara kasat mata tentang adanya kekuatan-kekuatan ”ghaib” pada benda yang dipujanya itu. Lalu, kalau seperti itu halnya, apakah orang tersebut masih dapat dikatakan tauhid di dalam beriman?, ataukah ia telah musyrik?. Sungguh, sangat halus bisikan syaitan dalam menyesatkan manusia, sehingga tak heran bila banyak orang akan mengalami kesulitan untuk membedakan mana jalan yang lurus dan mana yang sesat.
”Segala puji milik Allah, Tuhan penguasa alam semesta. Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Yang menguasai hari pembalasan. Hanya kepada Engkau kami mengabdi (menyembah), dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan”. (QS. Al Faatihah: 2-5).

Bagi orang-orang yang berjalan di ”jalan yang lurus” segala puja dan pujinya serta pengagungannya hanyalah bagi Allah, Tuhan-nya Yang Maha Esa. Pengabdiannya atau ibadahnya, segala amal-amalnya, hanyalah karena Allah. Meminta pertolongan dan mengharap keberuntungan juga hanya kepada Allah, tidak kepada siapapun.

Shiraathal mustaqiim atau jalan yang lurus nampaknya bagi sebagian orang terasa sangat sulit untuk dijalani. Sehingga digambarkan seolah-olah jalan yang lurus ini bagaikan titian rambut dibelah tujuh. Karena licin dan sulitnya jalan tersebut maka kaum cerdik-pandai akan sangat berhati-hati terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan sikap hidup di jalan yang lurus ini. Dan kita-pun hendaknya berlaku seperti itu pula, yaitu untuk selalu waspada, karena bila kita kurang waspada maka tanpa sadar kita dapat tergelincir dan menyimpang dari jalan keselamatan dan kenikmatan tersebut.

Mengingat begitu sulitnya menjadi manusia yang tetap berjalan di atas jalan yang lurus maka kita dituntut untuk selalu berusaha secara sungguh-sungguh mengatasi segala dorongan nafsu yang menggoda, dan Allah telah memberikan janji-Nya untuk memberi petunjuk kepada orang-orang yang mau berjuang di jalan Allah secara bersungguh-sungguh.

”Dan orang-orang yang berjuang untuk (mencari keridhoan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”.(QS. Al-Ankabuut: 69).

Pada hakekatnya manusia tidak memiliki daya upaya, kecuali atas kekuasaan Allah, dan tak kan mampu manusia menetapkan perjalanan hidupnya kecuali atas izin-Nya. Keselamatan ataupun musibah yang kita alami dalam hidup kita-pun tak kan lepas dari kekuasaan-Nya. Begitu-pun dalam memperoleh jalan yang lurus, tetap saja harus melalui Keridhoan-Nya. Tanpa tuntunan dan keridhoan-Nya takkan dapat kita meniti pada jalan yang lurus dan takkan kita peroleh pula anugerah kebahagiaan dan kenikmatan dari-Nya.
Dan, ”Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal”.(QS. Al-Baqarah: 269).

Dengan sholat kita mengagungkan asma Allah, dan dengan sholat kita mengharap rahmat ketajaman akal pikiran, memperoleh kepekaan rasa, peningkatan kemuliaan akhlak, mematahkan kesombongan, serta mengharap pengampunan atas dosa-dosa menuju ketentraman jiwa.

”Yaa Allah, Yaa Tuhan kami, terimalah sholat kami, dan janganlah Engkau jadikan hati kami cenderung pada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami Rahmat dari sisi Engkau karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi Karunia”.
Semoga Allah meridho amal-amal ibadah kita. Amiin Ya Allah amiin.

Subbhanakallaahumma wa bihamdika asyhadu an-laa ilaaha anta astaghfiruka wa atuubu ilaika.

Wallahu A’lam bial-shawab.

Wassalmu alaikum warrahmatullahi wa barakatuh
______________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar