Senin, 10 Agustus 2009

PINTU SYAITAN

PINTU SYAITAN
Oleh: Joko Suharto


“Dan demikian untuk setiap Nabi Kami jadikan musuh yang terdiri dari Syaitan-syaitan manusia dan jin, sebagian dari mereka membisikkan kepada sebagian yang lain kata-kata indah sebagai tipuan. Dan jika Tuhanmu menghendaki tentu mereka takkan bisa berbuat begitu, maka biarkanlah mereka bersama dengan segala kebohongannya”. (QS. Al-An’am: 112).


Syaitan, adalah sebuah nama dari segala perilaku keburukan, suatu kekuatan atau energi kejahatan yang akan menyeret manusia ke dalam kesesatan, yang selanjutnya akan dapat memasukkan manusia ke dalam kesengsaraan dan kepedihan yang berkepanjangan. Syaitan, adalah pembisik kejahatan, musuh nyata bagi manusia, yang hidup tidak saja diluar diri manusia tetapi juga ada dalam setiap diri manusia. Kehidupan kejahatannya dimulai sejak dari pembangkangan Iblis kepada Tuhannya, dan yang akan terus berkembang merajalela hingga akhir zaman. Iblis berkata: ”Inikah manusia yang Engkau muliakan lebih dari padaku?, jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat niscaya akan aku sesatkan anak keturunan mereka semuanya, kecuali sebagian kecil”. (QS.Al-Isra’: 62).

Allah telah berulangkali mengingatkan kepada manusia agar selalu waspada terhadap bujuk-rayu syaitan, karena syaitan tersebut merupakan musuh yang nyata bagi mereka. ”Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara total, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya Syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.(QS. Al-Baqarah: 208). Tingkat kewaspadaan manusia akan dapat lebih berarti bila manusia dapat mengenali keberadaan syaitan yang dimaksud dengan mengetahui ”wujud-wujud”-nya, sifat-sifatnya, akal bulusnya atau godaan-godaannya, dan juga mengetahui pintu-pintu masuk segala bisikan syaitan tersebut.

”Wujud” syaitan dapat berupa tingkah laku yang nampak indah menggoda namun menyesatkan, dapat pula berupa sikap laku yang buruk tapi ”menjanjikan”, atau berupa bisikan-isikan lembut yang mengasyikkan, dan dapat pula berupa angan-angan dalam pikiran, gejolak hasrat dalam dada, ataupun niat-niat buruk dalam hati, serta dalam bentuk wujud godaan lainnya. Jadi ”wujud” syaitan itu dapat nampak secara jelas terlihat oleh mata, yang menggoda dengan kata-kata, dengan gerak tubuh atau paras yang mempesona, dengan lezatnya makanan, dengan kemewahan harta benda, ataupun dengan ajakan untuk bermalas-malasan. Dan, Syaitan-pun akan dapat muncul secara tersembunyi di dalam diri kita yaitu di alam pikiran, naluri atau nafsu hasrat kita, dan di dalam hati atau perasaan kita.

Berbicara tentang energi jahat atau kekuatan syaitan tersebut maka kita perlu mengingat terhadap adanya kesalahan atau dosa-dosa besar yang telah diperbuat oleh mahluk-mahluk Allah di masa lalu yaitu di masa mula-mula kejadian nenek moyang manusia. Dosa-dosa yang diperbuat itu adalah; pertama, kesalahan Iblis yang telah membangkang terhadap perintah Allah untuk sujud kepada Adam a.s., hal mana merupakan sikap angkuh dan kesombongan dari Sang Iblis, yang di dalam alam pikirnya ia menganggap bahwa dirinya lebih mulia dari Adam karena ia diciptakan dari api sedangkan Adam dari tanah. ”... . Saya lebih mulia dari padanya; Engkau ciptakan saya dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah”.(QS. Al-A’raaf: 12). Kesalahan besar kedua dilakukan oleh Adam a.s., yaitu saat ia menuruti bujuk-rayu Syaitan untuk mendekati ”Syajaratulkhuldi” dan memetik buahnya yang dibisikkan sebagai buah ”Kekekalan” atau suatu syarat untuk memperoleh kenikmatan abadi. Saat itu Nabi Adam tidak mampu menahan nafsu nasratnya untuk memperoleh ”keabadian” tersebut. Meskipun Nabi Adam telah memperoleh kenikmatan yang istimewa dalam Surga, masih saja ia menginginkan tambahan kesenangan lain yang dibayangkan lebih besar dan bersifat abadi. Hal itu menunjukkan bahwa Nabi adam telah terhanyutkan oleh sifat keserakahannya!, dan Nabi Adam telah melakukan dosa, sungguh betapa besar penyesalannya. ” ... . Ya Tuhan kami, Kami telah telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk sebagai orang yang merugi”.(QS. Al-A’raaf: 23). Kesalahan besar yang ketiga adalah kesalahan dari anak keturunan Nabi Adam di masa mereka mulai hidup di bumi, yaitu kesalahan besar yang telah diperbuat oleh anaknya yang bernama Qabil yang telah tega membunuh saudaranya Habil karena didorong oleh adanya penyakit hati iri dan dengki. ”Maka meluap hawa nafsu Qabil untuk membunuh saudaranya. Lalu dibunuhnya, maka jadilah ia orang yang merugi”.(QS. Al-Maidah: 30).

Banyak bentuk dosa manusia karena sikap dan perilaku hidupnya, namun bila kita renungkan tentang apa sebenarnya unsur utama pendorong perilaku dosa-dosa tersebut, maka akan kita ketahui bahwa terdapat tiga unsur kekuatan dalam diri manusia yang menjadi sumber atau pendorong perbuatan dosa tersebut. Dalam kata lain terdapat tiga pintu utama dalam diri manusia sebagai pintu masuknya syaitan dalam menggoda kita untuk melakukan dosa-dosa. Pintu masuknya syaitan-syaitan itu adalah:

Kesatu, Syaitan masuk dan atau berada di dalam diri manusia dengan melalui alam pikiran kita, yang akan menumbuhkan pikiran yang mengarah kepada sifat egoisme dan membanggakan diri, yang menganggap diri mulia atau lebih hebat, yang selanjutnya akan memunculkan sikap angkuh dan sombong, suka pamer, riya’, berangan-angan kosong, serta sikap-sikap lain semacamnya. ”Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka”.(QS.An-Nissa’:120). Sikap bangga, merasa diri mulia, tinggi hati atau angkuh, dan sombong, seperti itulah yang telah ditunjukkan oleh Iblis saat ia membangkang dari perintah Allah untuk sujud kepada Adam. Sabda Rosulullah saw., ”Tidak dapat masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat rasa sombong walaupun hanya sekecil debu”.(HR. Muslim, 71). Dengan adanya energi keburukan yang dapat muncul di dalam alam pikiran kita itu maka hendaknya kita mampu untuk mengatasinya, dan cara-cara untuk dapat mengatasi kekuatan syaitan tersebut adalah dengan mengikuti ajaran-ajaran agama, yaitu dengan melakukan ritual-ritual ibadah yang antara lain dengan mengerjakan ibadah sholat secara tekun, dan atau dengan menyempurnakan sujud-nya, berusaha untuk selalu ber-”tawaf”, banyak berdzikir, shalat malam, dan juga banyak belajar dan atau mengaji. Adapun bentuk atau tanda telah tercapainya kemenangan kita dalam melawan kekuatan syaitan tersebut antara lain ditunjukkan oleh terbentuknya sikap-sikap mulia pada diri kita dalam menjalani kehidupan ini, yaitu sejauh mana kita telah dapat menjadi hamba Allah yang ”Tawadhu”, yang cerdas dan paham agama, serta semakin tebal keimanannya, dan juga memiliki cara berpikir yang menjauhi angan-angan kosong.

Kedua, Syaitan masuk dan atau berada dalam diri kita melalui aliran darah kita, yaitu berada dalam kekuatan nafsu hasrat kita, baik dalam nafsu hasrat perut, nafsu hasrat birahi, hasrat kenikmatan, kesenangan, keserakahan, kekuatan, dan dorongan emosi, serta segala nafsu lain yang didorong oleh tuntutan biologis. ”Sejahat-jahat musuhmu adalah nafsumu yang terletak di antara dua lambungmu”,(Riwayat Al Baihaqi). Bentuk sikap-sikap buruk yang ditimbulkannya antara lain dapat berupa sikap rakus/ serakah, gila harta, gila jabatan, gila kenikmatan dunia, mengedepankan emosi, selalu tergesa-gesa, suka terburu nafsu atau tidak sabar, dan bisa juga bersifat sebaliknya yaitu maunya senang sendiri dengan hidup bermalas-malasan. Tentu kita pernah menemui adanya orang yang sikapnya begitu mengagungkan terhadap citarasa makanan atau orang yang sangat suka makan, yang bila memperoleh kesempatan mendapatkan makanan ia tak cukup untuk mengambil ala kadarnya, ia merasa tak puas bila tak mengambil jumlah yang banyak, dorongan hawa nafsu lambungnya mengajak ia bersikap rakus. Diriwayatkan dalam hadits, dari Ibnu ’Umar r.a. bahwa Nabi saw. bersabda: ”Orang-orang kafir makan dengan tujuh perut, dan orang mu’min makan dengan satu perut”. (HR. Muslim, 1969). Ada pula orang yang gila pada kesenangan dunia, saling merebut kursi jabatan tanpa mengindahkan etika dan aturan; mengejar harta benda, menghitung-hitung harta kekayaan dunia sampai ia lupa terhadap kematiannya. Tak sedikit pula kita temui orang yang cepat naik darah atau suka marah-marah, tak mampu mengendalikan emosi, sehingga mudah melakukan aniaya terhadap orang lain. Dan juga akan kita temui pula adanya orang-orang yang tanpa malu-malu mengumbar nafsu birahinya, seolah-olah pemenuhan nafsu birahi itu merupakan suatu kebahagiaan tertinggi baginya. Begitulah sebagian dari sikap buruk yang ditimbulkan oleh pengaruh bujuk-rayu syaitan. Lalu, bagaimanakah cara kita untuk dapat mengatasi segala kekuatan nafsu hasrat atau kekuatan syaitan yang berada dalam aliran darah kita itu?. Agama telah memberikan tuntunan kepada penganutnya untuk melakukan ibadah-ibadah baik berupa ibadah yang hukumnya wajib maupun sunnah, yaitu untuk berpuasa, ber-qurban, melaksanakan rukun ”jumroh” dalam ibadah haji, yaitu dengan melempar jumroh ke tiga sasaran yang disebut jumroh Aqabah, Wustha, dan Ula, serta tidak lalai dalam mendirikan shalat dengan meratakan punggung dalam rukuknya. Cobalah rasakan betapa kita akan semakin sabar bila kita rajin berpuasa, dan betapa kita akan semakin mampu mengendalikan emosi setelah kita melempar jumroh yang dilakukan secara ihsan, dan juga betapa akan semakin tenang hati kita bila kita kerjakan sholat dengan tuma’nina. Demikianlah saudaraku, bahwasanya manusia yang telah mampu menaklukkan kekuatan syaitan yang ada dalam nafsu hasratnya adalah seorang manusia yang telah memiliki sikap ”Sabar” dan ”Zuhud”, yaitu manusia berjiwa tenang yang tidak tergila-gila terhadap kesenangan duniawi.

Ketiga, Syaitan masuk dan berada dalam diri manusia melalui hati dan perasaan. Di dalam hati manusia ini Sang Syaitan akan menumbuhkan rasa iri dan dengki, licik serta tidak jujur, yaitu suatu penyakit yang mengotori hati. Dengan adanya penyakit iri-dengki, licik, serta tidak jujur dalam hati tersebut maka akan tumbuh sifat-sifat pendendam, jahat, curang, suka menyebar fitnah, dzalim, dan lain sebagainya. Bila penyakit hati itu menjadi semakin parah maka dapat dikatakan bahwa orang itu telah memiliki hati yang jahat, hati yang kotor, hati yang bengkok, atau mungkin sampai dikatakan sebagai orang yang tidak punya hati-nurani. Sungguh akan sangat merugi sekiranya seseorang telah mengotori hati sehingga hatinya itu menjadi terhijab dan keras membatu. Lalu, bagaimanakah cara kita untuk dapat menyelamatkan hati kita ini agar hati kita dapat menjadi hati yang lembut dan bening, hati yang mampu menerima cahaya kemuliaan yang di pancarkan oleh Allah?. Sebagaimana tuntunan dalam agama, untuk dapat mengatasi dan mengusir Syaitan dari dalam hati kita ini maka kita harus gigih untuk memeranginya, yaitu dengan memaksakan diri kita untuk dapat menjadi orang yang penyantun, yang mau dan yang suka memberi atau menolong orang lain. Yang berarti kita harus disiplin dalam membayar Zakat sesuai ketentuannya, dan kita juga harus sering bersadaqah, ber-infak, suka menolong orang, menjadi orang yang pemaaf, serta melakukan kebaikan-kebaikan lainnya. ”Pungutlah shadaqah dari sebagian harta-harta mereka, yang akan membersihkan dan menyucikan jiwanya dari noda-noda kikir, serakah dan kejam terhadap fakir miskin. ... ”. (QS. At-Taubah: 103). Dalam hadits diriwayatkan bahwa Musa bin Anas mendapat cerita dari Bapaknya, katanya: ”Tidak pernah Rosulullah saw., bila diminta sesuatu atas nama Islam, melainkan selalu dipenuhinya. Pada suatu hari datang kepada beliau seorang laki-laki, lalu diberinya kambing banyak sekali sepenuh lembah antara dua bukit. ... ”.(HR.Muslim, 2141). Dan juga, kita hendaknya tidak lalai dalam sholat, dengan menyempurnakan gerak dan bacaannya, dan coba perhatikan dan pahami makna saat ”duduk” dalam sholat kita dimana kita harus banyak memohon ampun, memohon keselamatan, memohon keberuntungan, dan juga tidak lupa untuk mengucap salam keselamatan bagi orang-orang sekeliling kita. Dan juga, pahami makna ”sa’i” dalam haji dimana kita harus lari dari bukit ”kesucian” menuju ”kesuksesan”. Seseorang yang telah mampu melakukan ibadah-ibadah dan atau amal-amal shalih seperti itu yang dilakukannya secara ikhlas semata karena Allah, maka orang tersebut akan memiliki hati yang bersih, lembut, dan ”selamat”. Sungguh beruntung orang yang telah mampu membersihkan hatinya dari berbagai jenis penyakit hati, menjadi hamba Allah yang sejati, menjadi hambanya Sang Maha Pengasih dan Penyayang karena ia telah memiliki rasa kasih-sayang, menjadi hamba dari Sang Maha Suci karena ia telah memiliki jasmani dan hati yang bersih. Sungguh berbahagia !. Sabda Rosulullah Saw : ”Sesungguhnya Allah Tidak melihat kepada rupa dan hartamu, tetapi Allah melihat kepada hati dan amalmu”.(HR.Muslim,2194)

Kita ulangi, bahwa terdapat tiga pintu masuk syaitan dalam diri kita, yaitu pertama, syaitan dapat masuk melalui alam pikiran kita; kedua, syaitan dapat masuk melalui naluri atau nafsu hasrat kita; dan ketiga, syaitan dapat masuk melalui hati dan perasaan kita. Karena itu, agar kita dapat terhindar dan selamat dari segala bujuk rayu syaitan tersebut maka kita harus selalu mewaspadainya, menutup pintu masuknya, memerangi dan atau melempari energi-energi syaitan yang akan mencelakakan kita itu. Bila kita lalai dalam hal ini maka sangat mungkin kita akan terjerumus menjadi hamba syaitan atau mungkin juga justru akan dapat menjadi syaitan-syaitan manusia yang menyebarkan keburukan dan kejahatan di muka bumi ini.

”Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami Rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi karunia”.(QS.Ali Imran: 8).



”Jadilah engkau pema’af dan anjurkan orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang jahil/bodoh. Dan jika kamu dirasuk oleh godaan syaitan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al A’raaf: 199-200).



Wallahu A’lam bial-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar