Sabtu, 17 Oktober 2009

SIKAP TAWADHU

MENGEDEPANKAN SIKAP TAWADHU
oleh: Joko Suharto

Saudaraku, kita tentu menyadari bahwa pada hakekatnya setiap manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah Swt, dan Allah-lah yang menganugerahi kelebihan-kelebihan bagi setiap orang, sedangkan bagi orang-orang tertentu yang telah terpilih akan memperoleh Hidayah dari Allah untuk mendapat peningkatan derajat melebihi dari yang lain. Tak ada manusia yang berhak menilai dirinya sendiri sebagai orang yang ”baik” atau yang ”bersih” karena hanya Allah-lah yang membuat dan menentukan nilai ”baik” bagi seseorang. Jadi bila ada orang telah merasa dirinya lebih baik atau lebih ”bersih”, maka itu merupakan tanda telah terbukanya pintu sifat sombong pada diri orang yang bersangkutan. Karena itu maka kita perlu waspada dan selalu mengingat bahwa kita tak kan dapat hidup sendiri, dan kita tak kan mampu membelah bumi serta tak kan dapat menjulang setinggi gunung, kita hanya mahluk lemah, mahluk yang ”fakiir”, hidup sepenuhnya di bawah belas kasih Allah Sang Pemilik jagat raya. Mengapa kita harus sombong?.

”Tidakkah engkau perhatikan orang yang menganggap dirinya bersih ?, sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun”. (QS. An Nisaa’: 49).

Agar selamat, maka kita harus banyak berdo’a, berusaha untuk mengikis dan menghilangkan sifat angkuh dan sombong yang mungkin telah merasuk ke dalam hati dan pikiran kita. Dan mungkin tanpa sadar kita telah menjadi orang yang suka membangga-banggakan diri atau suka riya’, yaitu melakukan perbuatan syirik yang tersembunyi. Sifat sombong tidak boleh muncul walau hanya sedikit, karena sekecil apapun sifat kesombongan itu bila masih terdapat di dalam hati kita maka Allah telah mengancam tidak akan memperoleh Sorga. Yaa Allah, jauhkan kami dari kemunculan kesombongan dalam hati kami ini, jadikanlah kami sebagai hambamu yang bersifat rendah hati.

Bagaimana dengan sifat kita saat ini?, apakah ada sifat sombongnya?. Tentu kita menginginkan memperoleh kehidupan yang selamat baik selama menjalani hidup di dunia maupun kelak di alam Akhirat. Untuk memperoleh keselamatan sangat tergantung dari kebersihan hati, bersih dari penyakit iri, dengki, serakah, sombong dan riya’, untuk itu maka akhlak kita haruslah baik, tak boleh ada lagi sifat sombong, dan tak boleh ada lagi penyakit-penyakit hati lainnya di dalam batin. Lalu, Bagaimanakah cara kita untuk dapat menyembuhkan penyakit hati?, dan bagaimanakah cara kita untuk menghilangkan sifat sombong pada diri?. Syarat utamanya adalah adanya keinginan untuk menjadi orang yang ”baik”, adanya niat yang sungguh-sungguh untuk memperbaiki diri, menjadi orang yang tidak sombong, yaitu orang yang tawadhu atau yang rendah hati.

Telah diajarkan di dalam agama Islam, bahwa kita harus melaksanakan ibadah secara benar agar kita terhindar perbuatan keji dan kemungkaran, agar kita terhindar dari munculnya penyakit hati, serta agar kita terampuni atau terhapusnya dosa-dosa yang pernah kita lakukan. Melalui pelaksanaan ibadah yang diwajibkan itu maka kita akan dapat menekan munculnya sifat-sifat buruk termasuk sifat kesombongan. Di dalam ibadah sholat yang dilaksanakan secara khusyuk dan istiqomah, khususnya dalam sholat dan dengan melaksanakan gerak sujud yang sempurna, menyebut betapa tinggi dan sucinya Allah, maka akan menyadarkan kita betapa rendah dan fakirnya diri kita, betapa kecilnya diri kita, dan tak pantas bila kita berlaku sombong, tak berhak pula bila kita berbangga diri, kita harus sadar dengan sepenuh kesadaran bahwa diri kita ini pada hakekatnya hanyalah mahluk lemah yang hidup karena dihidupkan, dan hanya Allah-lah Pemilik segala kekuatan.

Saat ini kita masih hidup dan masih diberi kemampuan berpikir, tetapi kita tidak tahu sampai kapan kemampuan berpikir kita itu masih dapat kita pergunakan, mungkin saja nanti, besok atau sewaktu-waktu bisa saja kemampuan akal pikiran kita itu dicabut kembali oleh Allah, dan selanjutnya kita akan menjadi orang yang ”linglung” atau ”pikun” sehingga menjadi orang hina yang tidak tahu apa-apa lagi. Lalu, mengapa kita harus sombong?.

Saudaraku, marilah kita hilangkan sifat sombong, marilah kita sempurnakan sholat kita, mari kita sujud dengan khusuk, kita sujudkan badan kita, kita sujudkan jiwa kita, dan kita munculkan sifat kerendahan hati kita, kita sebut asma Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi. Melalui sujud kita akan mendekatkan diri kepada Allah, dan bila semakin sempurna sujud kita maka akan semakin dekatlah kita kepada-Nya. Dalam bersujud kita berdoa memohon tuntunan ke jalan kebenaran, memohon agar kita dijadikan sebagai manusia yang berakhlak karim, yang tawadhu atau rendah hati.

”. . .Bersujud dan dekatkanlah dirimu (kepada Tuhanmu)”. (QS.Al’Alaq: 19)

Yaa Allah, Yaa Karim, berilah kami kekuatan untuk melawan penyakit sombong yang sering merasuk ke dalam hati, kabulkanlah yaa Allah, jadikanlah kami sebagai hambamu yang memiliki kerendahan hati.

”Yaa Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami cenderung kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami dan karuniakanlah kepada kami Rahmat dari sisi Engkau karena sesungguhnya Engkaulah Maha pemberi karunia”. (QS.Ali Imran: 8).

Allah mencintai kepada orang yang mengedepankan sikap kerendahan hati atau tawadhu, yang menampilkan kesederhanaan, yang sangat patuh kepada perintah Tuhannya, yaitu yang selalu bertaqwa dengan sebenar-benarnya taqwa.

Wallahu A’lam bial-shawab.

jokosuharto@rocketmail.com
hambarabbani,blogspot.com

Sabtu, 03 Oktober 2009

JALAN MENUJU NIKMAT

"JALAN MENUJU NIKMAT"
Oleh; Joko Suharto
"Jalan yang lurus" adalah jalannya orang-orang yang telah memperoleh nikmat, seperti kehidupan para nabi, para Waliullah, dan para hamba-hamba Allah, yaitu orang-orang yang benar-benar beriman dan bertakwa; Yaitu jalannya orang yang menjalani kehidupannya dalam Keridhoan Allah. Dalam kata lain, "jalan yang lurus" adalah suatu jalan kehidupan orang-orang yang selamat, yang hidup dalam pengabdian kepada Tuhannya.

Dalam sejarah kehidupan para nabi, para aulia, dan atau para hamba Allah yang mencinta dan dicinta Allah, tak ada satupun dari hamba Allah itu yang menyatakan mereka hidup "tak bahagia", meski nampak dimata orang awam sepertinya mereka hidup "teraniaya", dengan berbagai "penderitaan", tetapi ternyata mereka justru hidup dengan selalu mengucap pujian atas rasa syukurnya, yang menandakan rasa kenikmatan dalam hidupnya.

"Jalan yang lurus" bukanlah jalannya orang-orang yang dimurkai oleh Allah atau jalannya orang yang sesat. Jalannya orang yang dimurkai oleh Allah adalah jalan kehidupannya orang-orang yang suka membangkang, yang jahat, serakah, dan kikir, yang angkuh dan sombong, yang suka membanggakan diri sebagaimana sifat Iblis. Sedangkan jalan yang sesat adalah kesesatan dari umat golongan di luar Islam, yang musyrik, yang jahil, tak mau menggunakan akal pikirannya secara sehat. Jadi yang tergolong jalannya orang-orang yang dimurkai dan yang sesat bukanlah hanya jalannya Fir'aun yang dzalim, atau keangkuhan bani Israil, ataupun kesesatan kaum ahlil kitab diluar Islam, tetapi tentu juga berlaku bagi mereka yang saat ini berlaku angkuh, sombong, jahil, dzalim, bahil, dan sifat buruk lainnya.

Maka, bila ada orang yang masih suka men-dzalimi orang lain, suka bertuhankan nafsu hasratnya, atau masih suka membanggakan diri dan bersikap riya', berarti orang tersebut tergolong orang yang dimurkai oleh Allah, atau tergolong sesat.

Mungkin terjadi ada orang yang berpikir atau membayangkan Tuhannya berada di atas sana, dengan bayangan bahwa dzat tuhannya bagaikan dzat material sebagaimana dzat mahluk-mahluk hidup di dunia. Dengan cara berpikir seperti itu bukankah sama saja cara pikirnya dengan golongan orang yang bertuhankan berhala?.. yang berarti sama dengan cara pikir orang-orang yang sesat !.

"Dan katakanlah, segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak (pula) mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia tidak memerlukan penolong dari penghinaan, dan agungkanlah Dia seagung-agungnya".(QS.Al Isra: 111)

Bila kita perhatikan, ada saja orang yang menyatakan Allah tuhannya, tetapi kenyataannya dia masih bersandar dan memuja Pejabat atau jabatan, bersandar atau memuja harta benda, atau barangkali juga berlaku musyrik. lalu kalau seperti itu kelakuannya apakah orang tersebut sebagai orang yang berjalan dijalan yang lurus?, atau apakah orang tersebut telah beriman tauhid?. Sangat halus bisikan Iblis!.

"Segala puji milik Allah, Tuhan penguasa alam semesta, Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Yang menguasai hari pembalasan. Hanya kepada-Mu kami mengabdi, dan kepada-mu kami memohon pertolongan.

Mengingat sulitnya untuk dapat tetap berjalan di "Jalan yang lurus", maka kita di tuntut untuk bersungguh-sungguh mengatasi dan mengendalikan dorongan hawa nafsu hasratnya yang menggoda, dan menyakini se yakin-yakinnya bahwa Allah memberi janji-Nya untuk memberi petunjuk kepada mereka yang yang mau berjuang secara sungguh-sungguh di jalan Allah untuk mencapai NIKMAT.

"Dan orang-orang yang berjuang untuk (mencari keridhoan) Kami. dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik".(QS.Al-Ankabuut: 69).

Wallahu a'lam bial shawab

jokosuharto@rocketmail.com
hambarabbani.blogspot.com