Kamis, 24 September 2009

BEKAL KEMATIAN




BEKAL KEMATIAN
Oleh: Joko Suharto

“Kullu nafsin dzaa-iqatul mauti”, tiap-tiap jiwa akan merasakan mati (QS.Ali Imran:185), demikian diterangkan di dalam Al-Quran bahwa setiap mahluk hidup pasti akan menemui kematian. Tentang bagaimanakah rasanya kematiaan itu?, tidak ada seorangpun yang akan dapat menjelaskankannya, baik dalam hal proses pencabutan nyawa maupun segala hal yang dialaminya di saat ajalnya tiba, karena setiap orang yang masih hidup belum pernah merasakan mati, sedangkan yang sudah mati tidak akan hidup kembali ke dunia bersama kita lagi. Maka tak akan ada orang yang dapat menjelaskan bagaimana sesungguhnya rasanya mati dan kejadian-kejadian apa saja yang akan dialami di alam kematian itu.

KEMATIAN, SUATU YANG PASTI DAN MISTERI

Kita sadar bahwa kita semua pasti akan menemui kematian, dan sehubungan dengan kematian itu ada suatu pertanyaan yang barangkali perlu kita renungkan, ”Ingin seperti apakah proses kematian kita?”.

Bila kita coba amati berbagai kejadian yang menyangkut kematian, maka akan kita temui ada orang yang mati melalui proses sakit terlebih dahulu dan ada pula yang mati mendadak. Ada yang matinya berproses lama namun ada pula yang berproses cepat. Ada yang mati di rumahnya tetapi ada yang mati entah dimana tak pernah ditemukan jasadnya. Selain itu, ada jazad yang telah dikuburkan lama namun jasadnya relatif masih utuh terbujur kaku, namun ada yang belum lama dikubur ternyata jasadnya telah lenyap menyatu dengan tanah. Semua itu memang sangat misteri, tak ada seorangpun yang dapat mengatur proses kematiannya sendiri, karena segalanya telah diatur oleh kekuatan yang sangat berkuasa atas alam semesta beserta segala isinya.

“Maka apabila telah tiba ajal mereka, tidaklah mereka dapat meng-undurkannya barang sesaatpun dan tidak pula mereka dapat mendahulukan-nya”. (QS. An-Nahl: 61).

Datangnya kematian merupakan sesuatu yang sudah pasti, bersifat final dan misteri, yang entah kapan datangnya, dimana, dan bagaimana kejadiannya?, kita tidak tahu !. Oleh sebab itu, alangkah baiknya bila di saat kita masih hidup dapat berlaku lebih bijak dengan banyak mengingat kematian. Entah kapan, kematian kita pasti akan datang dan tubuh kita akan punah habis dimakan tanah dengan proses yang kita tidak tahu seperti apa kejadiannya dan bagaimana pula rasanya. Di alam kematian itu kita tidak mungkin lagi bisa berpikir maupun berbuat karena kita sudah tidak memiliki kemampuan, segalanya telah tamat, hanya tinggal menunggu waktunya untuk dihisab.

MENCARI BEKAL UNTUK KEMATIAN

Meskipun semua orang menyadari bahwa dirinya pasti akan mati, tetapi ternyata tak banyak orang yang hatinya merasa siap, ikhlas, dan tetap tenang untuk menghadapi kematiannya. Tak sedikit orang yang merasa belum siap dan takut menghadapi kematiannya, meski ada sebagian yang menyatakan dirinya siap, tetapi ternyata dihati kecilnya juga tetap saja terselip rasa takutnya. Lalu bagaimana pula dengan tanggapan dan perasaan Anda sendiri pada saat ini?.

Rasa takut terhadap kematian bisa timbul karena adanya kekuatiran akan mengalami rasa sakit yang belum terbayangkan, atau takut akan mengalami siksaan dan kesengsaraan, atau barangkali takut meninggalkan harta kekayaan yang selama ini telah dia kumpulkan, atau takut berpisah dengan kehidupan di dunia yang telah terlanjur dia senangi, atau takut berpisah dengan orang-orang yang selama ini dia kasihi, atau barangkali juga takut karena terbayang badannya akan terbujur kaku dan hancur menyatu dengan tanah, atau timbul rasa takut karena alasan-alasan yang lainnya. Memang banyak orang yang merasa ngeri terhadap kematian, sehingga banyak yang berusaha untuk menghindar dari pembicaraan mengenai kematian.

Saudaraku, kemewahan dunia memang sangat menggiurkan, tetapi hal itu hendaknya tidak membuat kita lupa terhadap kematian. Kita perlu untuk mencari bekal yang diharapkan dapat memberikan kedamaian di alam kematian kita kelak. Upaya mempersiapkan diri dalam menunggu datangnya kematian hendaknya disikapi dengan serius dan dengan cara yang tepat. Bilamana kita telah salah dalam memanfaatkan kesempatan hidup maka akan fatallah akibatnya, Sungguh cerdas dan berutunglah mereka yang di masa hidupnya selalu mengingat kematian dan mampu menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak berguna sehingga tidak timbul penyesalan di kemudian hari.

Bekal apakah yang perlu kita bawa dalam kematian?.

”Apabila manusia telah mati maka terputuslah dia dengan segala urusan dunia kecuali tiga perkara yaitu (1)Amalnya, (2)Ilmu yang bermanfaat, dan (3)Anak shalih yang mendo’akannya”. (HR. Muslim).

Dengan dimilikinya ilmu yang bermanfaat berarti kita termasuk orang yang cerdas, yang memahami makna hidup, dan dengan banyaknya amal shalih yang kita lakukan berarti kita memiliki hati yang penyantun serta sifat-sifat kebaikan hati lainnya. Rupanya memang sangat erat hubungannya antara sifat hati dengan prilaku seseorang. Yang artinya orang yang hatinya ”baik” akan banyak melakukan perbuatan kebaikan. Sedangkan orang yang berhati ”buruk” tentu akan banyak melakukan keburukan pula. Maka, simaklah isi peringatan berikut ini.

”..., (yaitu) di hari, di mana harta benda dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”, (QS. Asy Syu’araa: 88-89).

Jelas bagi kita bahwa orang-orang beriman yang telah memiliki kebersihan hati-lah yang akan memperoleh keselamatan dan kebahagiaan kelak. Sikap dari orang-orang yang beriman dan telah memiliki hati yang bersih tentu akan banyak berbuat kebaikan dan akan selalu berusaha menghindari perbuatan-perbuatan yang merugikan orang lain. Sungguh beruntung bila kita memiliki hati yang bersih !.

BANYAKLAH MENGINGAT KEMATIAN

”Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah orang-orang yang cerdas. Mereka pergi membawa kemuliaan dunia dan kemuliaan akhirat”. (HR Ibnu Majah)

Orang yang banyak mengingat kematian adalah orang yang cerdas dan memiliki kemuliaan!. Lalu, bagaimana dengan kita sendiri?, seringkah kita mengingat kematian?, dan sudah siapkah kita menerima datangnya kematian??.

Di dalam kehidupan ini banyak orang yang begitu sibuk mengejar jabatan dan kekuasaan, serta sibuk pula menumpuk-numpuk harta ataupun terlalu asyik menikmati kemewahan dunia, sehingga seringkali mereka lupa terhadap kematiannya. Karena sikapnya itu maka bisa saja terjadi ada orang yang sedang tenggelam di dalam kesibukan dunianya menjadi sangat terkejut ketika tiba-tiba maut datang menjemput. Nyawanya telah dicabut dengan paksa di saat dalam keterkejutannya itu, dan dia mati membawa penyesalan dengan meninggalkan jabatan dan tumpukan harta yang tak sempat dia manfaatkan. Kita tentu menyadari bahwa cara hidup seperti itu merupakan cara hidup yang keliru dan yang sangat merugikan dirinya sendiri mengingat di saat dia belum memiliki persiapan ternyata waktu dan kesempatannya telah habis, dirinya tidak bisa lagi memperbaiki kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuatnya.

KENALILAH SIKAP HATI KITA

Kenalilah sifat kita, kenalilah hati kita, dan ketahuilah pula sudah seberapa bersih dan baiknya hati kita ini!!.

Kadang ada orang yang tidak sadar kalau dirinya sebenarnya tidak tahu, sehingga membuatnya banyak mengalami kerugian di dalam kehidupannya. Agar kita terhindar dari hal seperti itu, kita perlu melakukan penilaian secara jujur kepada diri sendiri tentang sudah seberapa besar kesadaran dan kemampuan kita dalam menjalani kehidupan ini secara baik dan benar. Kita nilai bagaimana sebenarnya kepedulian dan rasa kasih-sayang kita, dan bagaimana pula sikap hati kita dalam menghadapi masalah kehidupan ini, yang antara lain mengenali bagaimana situasi hati kita bila menemui seseorang yang sedang mengalami kesulitan hidup, atau bagaimana situasi hati kita bila menghadapi musibah kehilangan sesuatu yang sangat kita cintai, atau barangkali bila menghadapi kematian dari orang-orang yang sangat kita kasihi, ataupun bagaimana kiranya sikap hati kita bilamana menghadapi datangnya kematian atas diri kita sendiri.

Dari hasil renungan kita dalam membaca pikiran dan perasaan yang timbul di dalam hati kita sendiri itu diharapkan kita akan lebih mengenal sifat pribadi kita yang sebenarnya, dan barangkali pula kita akan memperoleh gambaran bagaimana kira-kira tingkat kesiapan kita dalam menghadapi berbagai persoalan yang mungkin akan timbul di dalam perjalanan kehidupan kita. Lebih lanjut, mulailah belajar menjadi manusia yang mau berqurban dan berbagi, yaitu dengan belajar untuk bisa berpisah dengan harta, belajar berpisah dengan kemewahan dan kenikmatan dunia, serta belajar untuk berpisah dengan orang-orang yang sangat kita kasihi, yang akhirnya kita bisa belajar untuk bisa dengan ikhlas meninggalkan dunia yang fana ini.

Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu lakukan”. (QS. Al-Jumu‘ah : 8)

Memang, untuk dapat memiliki kesadaran dan ketenangan di dalam menghadapi berbagai persoalan hidup diperlukan adanya kecerdasan dan pemahaman terhadap makna kehidupan itu sendiri. Jadi dengan kecerdasan dan keilmuan yang dimiliki maka orang akan dapat menata hatinya untuk mampu menyikapi segala persoalan kehidupannya secara tepat.

Setelah seseorang memahami serta meyakini bahwa segala kejadian yang berkait dengan nasib hidupnya merupakan kehendak dan aturan dari Allah Yang Maha Rahman dan Rahim, maka dia akan dapat bersikap tenang dalam menerimanya. Bila keyakinan ini telah terpatri kuat di dalam jiwanya maka dia akan semakin mampu untuk menyikapi segala hal yang berlaku pada dirinya secara benar. Bilamana dia mendapat musibah maka dia akan tetap tenang menerimanya; bila usahanya mengalami kegagalan maka dia pun akan dapat tetap bersikap tegar dalam menghadapinya; dan bilamana dia memperoleh keberuntungan maka orang tersebut akan selalu bersyukur dengan kerendahan hatinya, dan yang berarti tidak muncul sikap keangkuhan dalam dirinya. Demikian antara lain sikap seorang yang telah memiliki ketenangan jiwa.

Ketenangan takkan mungkin bisa kita miliki bila di dalam bathin kita masih terdapat sikap penolakan, kekecewaan, keserakahan, kesombongan serta sikap-sikap lain yang mengandung gejolak bathin. Ketenangan jiwa akan bisa kita wujudkan bila kita telah berhasil menyingkirkan sifat-sifat yang buruk, serta berhasil pula memunculkan sifat-sifat kita yang mulia seperti; sabar, tawadhu, kasih-sayang, qona’ah, tawakal, dan sifat mulia lainnya.

Mengapa seperti itu?. Karena ketenangan itu baru bisa terwujud bila di dalam bathin kita sudah tidak terkandung rasa penyesalan, ketakutan, kekhawatiran, kekecewaan, dan semacamnya. Sebab, bila masih terdapat rasa waswas atau masih suka melakukan dosa-dosa maka mana mungkin akan bisa terwujud suatu ketenangan?. Jadi dengan adanya sifat-sifat mulia itulah yang akan memberikan rasa puas dan memunculkan kondisi ketenangan jiwa karena keridhoan Allah.

LIMA LANDASAN SIKAP HIDUP

Dari pembahasan tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya untuk menumbuhkan ketenangan di dalam hidup dibutuhkan adanya kelurusan iman, kecerdasan berpikir dan bertindak, sikap hati yang baik, sikap kepasrahan atau tawakal, dan rasa kepedulian sosial. Kelima faktor tadi selanjutnya kita sebut sebagai “Lima Landasan Sikap Hidup” yang merupakan persyaratan utama untuk bisa mencapai ketenangan, baik untuk kehidupan di dunia maupun untuk kehidupan di Akhirat kelak.

Ke-Lima Landasan Sikap Hidup yang dimaksud adalah:
(1) Keimanan yang tauhid; yaitu keimanan yang benar-benar telah masuk kedalam hati dan yang terbebas dari sikap syirik, serta keimanan yang memenuhi cabang-cabang iman.
(2) Kecerdasan; yaitu pribadi yang Alim, yang memahami makna beragama, memahami ajaran/tuntunan agama, dan mengenal Tuhannya.
(3) Kesabaran; yaitu sikap yang telah mampu mengendalikan emosinya, mampu mengendalikan nafsu hasrat dunianya, atau telah memiliki ketenangan dalam jiwanya.
(4) Ketaatan dan Ketawakalan; yaitu sikap tunduk dan berserah diri kepada Allah secara penuh, yang didasari keimanan, ketulusan, dan kerendahan hati.
(5) Kelembutan hati dan perasaan yang menumbuhkan rasa kasih sayang kepada sesama atau tumbuhnya rasa kepedulian sosial, disertai semangat atau kesungguhan untuk mewujudkan kebaikan-kebaikan.

Bagaimanakah caranya agar ke-Lima Landasan Sikap Hidup tersebut dapat terwujud di dalam diri kita, sehingga kita dapat hidup tentram serta memiliki bekal untuk kita bawa dalam kematian kita??. Mari kita diskusikan lebih lanjut pada kesempatan lain.
Wallahu A’lam bial-shawab.

jokosuharto@rocketmail.com
hambarabbani,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar