Kamis, 17 September 2009

MENJAGA FITRAH

MENJAGA FITRAH
Oleh: Joko Suharto

”Arahkanlah wawasanmu lurus-lurus kepada Agama Allah, selaras dengan Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia serasi dengan fitrah kejiwaannya. Tidak ada sesuatu perubahan dalam ciptaan Allah tadi. Itulah Agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar Ruum: 30).

Agama Allah yang diturunkan bagi manusia adalah agama yang bersifat selaras dengan fitrah kejiwaan manusia, itulah agama yang lurus, agama yang sesuai dengan pancaran cahaya yang ada dalam Nurani manusia, tidak ada pertentangannya terhadap fitrah kejiwaan manusia itu. Kita ketahui dan sadari bahwa pada hakekatnya setiap manusia memiliki fitrah atau pembawaan dasar dalam dirinya. Manusia sebagai mahluk yang paling sempurna telah dianugerahi oleh Allah untuk memiliki suatu fitrah kejiwaan atau fitrah ”kemuliaan manusia” di dalam Nurani, yaitu suatu fitrah yang suci, yang akan mengangkat derajat diri manusia yang bersangkutan.

Dengan adanya “Fitrah Kemuliaan” pada manusia maka manusia akan memiliki kehalusan dan kepekaan perasaan, kelembutan hati dan ketajaman akal pikiran, serta keluasan pandangan. Inilah salah satu Anugerah dari Allah yang paling berharga bagi manusia sebagai bekal untuk menjalani kehidupan di dunia agar memperoleh keselamatan dan kebahagiaan. Dengan adanya fitrah ini maka seorang manusia akan dapat menjadi “Manusia Yang Manusiawi”, yang memiliki derajat lebih tinggi dari mahluk-mahluk lainnya.

“Lalu disempurnakan-Nya kejadiannya,ditiupkan-Nya Ruh-Nya ke tubuhnya, dan diperlengkapi-Nya kamu dengan pendengaran, penglihatan, dan akal pikiran, namun sedikit sekali kamu yang bersyukur”. (QS.As Sajdah: 9).

Riwayat dalam Hadist, ”Takutlah firasat (pandang tembus) orang mukmin karena ia memandang dengan Cahaya Allah”. (HR. At Tarmizi).

Keberadaan manusia dengan Ruh yang ditiupkan Allah kepadanya menjadikannya hidup dengan kesempurnaan, memiliki nurani dengan cahaya kasih-sayang, cinta kebersihan dan keindahan, memiliki kepatuhan, kejujuran, dan sifat-sifat kebaikan lainnya. Dengan perlengkapan pendengaran, penglihatan, dan akal pikiran yang ada padanya maka manusia akan memiliki kemampuan untuk memilah, memilih, dan memutuskan segala sesuatu yang berkenaan dengan kehidupannya.

Selain memiliki fitrah kemuliaan dalam Hati Nurani, manusia juga memiliki fitrah atau pembawaan lain yang disebut Naluri, yaitu suatu pembawaan dasar yang ternyata juga dimiliki oleh berbagai jenis mahluk hidup lainnya, suatu unsur kekuatan dalam diri setiap manusia yang membuat manusia memiliki ambisi, emosi, nafsu hasrat, mengharap pujian, mencari kebanggaan, menggandrungi kenikmatan, keserakahan dan kikir serta sifat lainnya. sifat-sifat naluriah manusia inilah yang dalam teori ilmu jiwa manusia disebut dengan pembawaan dasar manusia, suatu faktor pembawaan yang menyangkut biologis maupun kejiwaan. Naluri yang berkait denga pembawaan biologis antara lain dengan adanya rasa lapar, haus, kenyang, dan nikmat, serta adanya dorongan keinginan untuk cantik menawan, Tampan dan gagah perkasa.

”Diciptakan manusia dengan fitrah suka terburu nafsu. Kelak akan Ku-perlihatkan juga siksaan-Ku kepadamu. Karena itu tenanglah, jangan terburu nafsu!”. (QS.Al Anbiya: 37).

”Sesungguhnya manusia itu diciptakan dengan sifat bawaan gelisah dan kikir, bila ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah”.(QS.Al Ma’arij: 19-20).

Sifat kemuliaan nurani dan sifat nafsu naluri memang sangat berbeda, ada suatu kata bijak yang dapat kita simak dan kita pahami maknanya yaitu sebagai berikut:
Nafsu akan memandang suatu keindahan dari sisi penampilan fisiknyanya,
Akal memandang suatu keindahan dari sisi penguasaan ilmunya, dan,
Hati memandang keindahan itu dari sisi akhlaknya.

Seseorang yang memiliki Dorongan naluri yang kuat akan membuat orang yang bersangkutan lebih mengikuti keinginan-keinginan nafsunya. Dari awal keinginannya yang hanya sekedar mengejar tuntutan kebutuhan biologis, biasanya akan berlanjut menginginkan harta kekayaan, meskipun sudah mendapat satu bukit emas ia akan berkeinginkan untuk memiliki dua bukit emas, lalu iapun akan menginginkan adanya pengakuan atau jabatan bagi dirinya, ingin terkenal dan ingin penghormatan, tidak berhenti sampai di situ ia akan menginginkan kekuasaan, dan akan terus berkeinginan memperoleh kedudukan yang lebih tinggi, tak pernah puas!, seperti halnya nafsu Fir’aun!, sampai akhirnya manusia tersebut akan terkejut saat nyawanya sudah dekat ke tenggorokan, ia telah mendekati ajal dalam kondisi memiliki hati yang penuh rasa waswas, Sungguh kasihan ! Nafsunya yang tak terkendali telah menutupi pancaran cahaya nurani, hatinya telah terkotori, terhijab dari Petunjuk Ilahi.

”.....Tetapi ia cenderung kepada dunia dan menuruti hawa nafsu-nya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika dihalau diulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan dia mengulurkan lidahnya juga”. (QS.Al A’raaf: 176).

Dalam jiwa manusia akan terjadi pertentangan antara sifat kemuliaan atau pancaran Cahaya dalam nurani-nya dengan kekuatan sifat naluriah-nya, sikap pembangkangan yang dilakukan atas dorongan nafsu akan selalu diperingatkan atau ditentang oleh nuraninya. Sungguh beruntung orang yang masih dapat mendengar kata nuraninya, dan sangat merugilah orang yang telah buta mata hatinya. Kebutaan hati ini akan dapat terjadi pada orang-orang yang sering melakukan pembangkangan terhadap kewajiban mengabdi kepada Allah, yaitu manusia yang membangga-banggakan diri, yang sering menzalimi orang lain, suka berlaku curang, biasa melanggar hukum, serta dosa-dosa lainnya.

Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya. Yang sebenarnya dalam hati kecilnya dia mengakui keingkaran itu”. (QS. Al ’Adiyaat: 6-7).

”Sesungguhnya kebiasaan yang mereka lakukan itulah yang menutupi hati mereka”. (QS. Al Muthaffifiin: 14).

Saat kelahirannya, manusia masih dalam kondisi suci, jiwanya masih bersih, tanpa noda dosa, namun dalam perjalanan hidupnya akan banyak dosa-dosa yang mereka lakukan, nafsu hasratnya sering muncul tak terkendalikan, sikap pembangkangan terhadap peritah Allah sering kali mereka lakukan baik secara sadar maupun tidak sadar. Namun, selaku hamba dan selaku muslim kita perlu bersyukur, bahwasanya Allah Yang Maha Pengampun telah memberikan Petunjuk, mengingatkan kepada kita agar mau bertaubat membersihkan diri dari noda dosa yang mengotori, serta dapat selalu berusaha untuk menjaga fitrahnya dengan mengendalikan nafsunya. Dan untuk itu Allah telah menyediakan sarananya, Allah telah menurunkan Agama Samawi, Agama Islam yang lurus sebagai petunjuk menuju keselamatan bagi orang-orang yang meyakini.

Agar kita dapat selalu mengendalikan nafsu hasrat naluri kita, maka Islam mengajarkan agar setiap Muslim melaksanakan ibadah-ibadah tertentu yang telah ditetapkan seperti mendirikan ibadah sholat, berpuasa baik yang wajib maupun yang sunnah, membayar zakat dan memperbanyak shodaqoh, melempar ”jumroh” saat ber-haji, serta bentuk ibadah lainnya.

Segala puji bagi Allah yang telah menyediakan suatu bulan suci yang penuh keberkahan yaitu bulan Ramadhan, di mana diajarkan agar dalam bulan suci itu kita meningkatkan mutu ibadah-ibadah kita dengan berpuasa pada siang hari selama sebulan penuh, memperbaiki kesempurnaan sholat, mendirikan sholat malam, membayar zakat, memperbanyak shodaqoh, menghindari perbuatan-perbuatan tercela, serta banyak melakukan tafakur yaitu antara lain dengan ber-itikaf di dalam mesjid. Seseorang yang telah memperoleh rahmat dari Allah yang mampu melaksanakan ibadah-ibadah dalam bulan Ramadhan secara sempurna, bertaubat secara sungguh-sungguh memohon ampun kepada Allah, serta berupaya untuk memperbaiki kembali segala hubungan dengan sesamanya, maka orang tersebut akan kembali memperoleh kebeningan hati nurani, jiwanya akan kembali bersih dari noda-noda dosa, atau dalam kata lain ia akan dapatkan kembali fitrahnya sebagai manusia yang manusiawi.

Dengan ibadah puasa kita akan memperoleh kekuatan untuk menekan emosi menjadikan diri sebagai manusia yang lebih sabar; Membayar zakat dan banyak bershodaqoh akan membersihkan harta dan menekan sifat kikir dan serakah; Dengan menyayangi anak yatim dan menyantuni fakir miskin akan dapat membuat hati lebih lembut dan bersih; Banyak melakukan sholat malam, dzikirullah dan tafakur akan dapat menghapus hijab yang mungkin telah menutupi hati dan yang akan mempertajam kepekaan nurani dalam membaca cahaya hikmah dari Ilahi. Fitrah ahlak mulia akan tumbuh subur kembali menjadi manusia yang semakin dekat dengan Tuhannya.

”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri”. (QS.Al Baqarah: 222)

Saudaraku, marilah kita berusaha menemukan jati diri kita kembali sebagai seorang manusia yang manusiawi, kembali kepada fitrah kemuliaan kita, memiliki kebeningan hati nurani, ketajaman mata hati, serta kepekaan perasaan, agar kita dapat memandang pancaran cahaya Allah, dapat merasakan segala nikmat dari Allah, sehingga kita dapat menjadi hamba yang pandai bersyukur. Jagalah fitrah kemuliaan kita agar kita dapat selamat dalam menjalani kehidupan di dunia ini, juga selamat dalam menghadapi hari penghisaban kelak.

Yaa Allah, Yaa Malikul Quddus, ampunilah segala dosaku, berilah aku kebersihan qolbu, kembalikanlah dan tetapkanlah aku dalam fitrah kemuliaan atas keridhoanmu; Amiin yaa Allah amiiin.

“ Dia telah menciptakan langit dan bumi dengan hikmat kebijaksanaan. Dia telah membentuk rupamu, lalu rupamu itu dibuat-Nya seindah-indahnya. Selanjutnya dalam kehidupan di Akhirat, kepada-Nya lah tempat kembali” (QS. At Taghabun: 3).

Wallahu A’lam bial-shawab.

jokosuharto@rocketmail.com
hambarabbani,blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar